Sabtu, 29 November 2008

Ketua DPD LDII Solo: Selalu Belajar

Belajar dan belajar. Kata itulah yang selalu tertanam dalam diri Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Solo, Ustad Syamsul Bahri.

Pria kelahiran Solo, 14 Maret 1967 ini mengaku selalu belajar di manapun ia berada. Media yang digunakan pun tak terbatas. “Di rumah saya belajar, di lingkungan masyarakat saya juga belajar. Bahkan dari tamu yang datang ke rumah, saya biasa belajar suatu hal. Dengan cara itu, saya bisa mendapatkan sesuatu yang baru. Sehingga hidup terasa lebih ringan dan menyenangkan,” jelasnya saat ditemui Espos di kediamannya belum lama ini.

Selain rajin belajar, suami Helmiya Rofi’ah ini juga berusaha menjaga keistikamahan dalam berdakwah dengan senantiasa meluruskan niat hanya karena Allah SWT. “Dakwah adalah kewajiban setiap muslim. Ketika seseorang berdakwah karena memiliki motivasi duniawi, dia akan mudah goyah ketika suatu kali diuji Allah SWT,” jelasnya.

Ayah dari lima orang anak ini, aktif dalam organisasi dakwah sejak usia 20 tahun. Latar belakang keluarganya yang sangat memperhatikan pendidikan agama, menjadikan Ustad Syamsul akrab dengan dunia dakwah. Mencermati kondisi umat saat ini, Ustad Syamsul menjelaskan gairah umat Islam untuk melaksanakan nilai-nilai Islam sudah meningkat. Salah satu buktinya, ibadah haji yang harus dilaksanakan dengan biaya tinggi, selalu diminati banyak muslim. “Saya berharap kondusivitas umat yang selama ini terbangun, tetap terjaga. Hendaknya seluruh muslim saling toleransi dalam perbedaan, karena perbedaan pemahaman tentang ajaran Islam adalah sunatullah. Dengan demikian, akan terbangun sinergisitas menuju persatuan dan kesatuan umat,” imbuhnya.

Terkait penilaian sebagian masyarakat yang menganggap bahwa muslim yang tergabung dalam LDII, orangnya eksklusif, Syamsul membantah hal itu. “LDII adalah organisasi kemasyarakatan yang tidak jauh berbeda dengan Ormas lainnya. Selama ini tidak ada ajaran LDII yang menyimpang dari nilai-nilai Islam. Kalaupun ada anggota LDII yang eksklusif, bukan merupakan ajaran LDII,” terangnya. - ewt (http://solopos.co.id)

LDII kunjungi SOLOPOS


Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Solo mengunjungi Harian Umum SOLOPOS, Senin (17/11).

Rombongan yang dipimpin Ketua DPD LDII Solo, Syamsul Bahri, itu diterima oleh Pemimpin Redaksi SOLOPOS Mulyanto Utomo, Redaktur Pelaksana, Dwiyatno, dan jajaran redaksi lainnya. Dalam kesempatan itu Mulyanto Utomo menjelaskan kegiatan kunjungan yang dilakukan masyarakat ke Harian Umum SOLOPOS sangat bermanfaat untuk menjalin silaturahmi dan wahana memberikan kritik dan masukan tentang apa yang diperlukan masyarakat. Ia juga menerangkan perusahaan pers merupakan perusahaan yang memiliki karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, dalam sebuah perusahaan pers semacam SOLOPOS, ada dua pemimpin. Yakni pemimpin perusahaan dan pemimpin redaksi.

Sementara Syamsul Bahri mengungkapkan LDII merupakan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan. ”LDII juga memiliki kegiatan yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan olahraga. Oleh karena itu, pengurus LDII sangat mengharapkan kerja sama dengan SOLOPOS untuk mendukung publikasi kegiatan-kegiatan LDII,” terangnya. - ewt (http://solopos.co.id)

Suryo Agung Wibowo terima Solopos Award 2008

Sebanyak tujuh tokoh di Soloraya menerima SOLOPOS Award. Penyerahan dilakukan di Griya Solopos. Ketujuh tokoh itu masing-masing untuk kategori budaya diterima Direktur Mataya Production Heru Prasetya, kategori olahraga Suryo Agung Wibowo, kategori politik pemerintahan diterima Ketua KPU Solo Eko Sulistyo, kategori khusus Kompol Syarif Rahman, kategori hukum Andrea Amborowatiningsih, kategori ekonomi Ketua Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) Ir Andoko dan kategori sosial kemasyarakatan diterima Ketua MUI Solo Prof Dr Moch Sholeh YA Ichrom PhD. Selain sejumlah tokoh tersebut juga diserahkan kepada tiga biro iklan di Soloraya, masing-masing Dhe Dhe Adv, Warna Advertising dan Refo Media.

Para penerima itu dinilai telah memberikan kontribusi positif untuk kemajuan Solo. Suryo Agung Wibowo, atlet atletik ini merupakan generasi sprinter terbaik Indonesia. Peraih dua medali emas SEA Games Thailand ini berjaya di lari 100 meter putera dan 200 meter putera. Selain itu, Agung juga meraih dua medali emas di PON XVII Kaltim.

Kemudian, MUI dinilai telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam bidang sosial kemasyarakatan, salah satunya dengan menjadi mediator penyelesaian kasus bentrokan di Joyosuran, 17 Maret silam. Sedang, Andrea Amborowati dinilai telah berani melapor dan memberikan keterangan mengenai praktik jual beli arca museum Radya Pustaka.

Sementara, dalam sambutannya, Presiden Direktur PT Aksara Solopos Danie H Soe’oed menegaskan penganugerahan SOLOPOS Award, merupakan sebagai wujud komitmen SOLOPOS kepada masyarakat Solo yang memiliki kontribusi di berbagai bidang.

“Meski dilakukan secara sederhana, penganugerahan SOLOPOS Award kali ini tidak mengurangi esensi makna penganugerahan itu sendiri,” jelas Danie. (Sumber: http://www.solopos.com/berita.php?ct=13294)

Selasa, 30 September 2008

Ponpes Jamsaren Sang Penyemai

Sebuah masjid kuno tak seberapa luas tetap berdiri tegak di tengah-tengah bangunan arsitektur modern di dalam kompleks pesantren. Kondisinya masih asri, kuat dan utuh. Suasana umum pesantren yang bersahaja melingkupi kompleks seluas 3.400 meter persegi tersebut. Tak banyak yang tahu, dari pesantren ini telah lahir sejumlah tokoh besar.

Lokasi itu adalah Pondok Pesantren Jamsaren yang berada di Jalan Veteran No 263, Serengan, Solo. Pesantren ini telah mencatat berbagai gejolak dan peristiwa yang terjadi sejak didirikan pada tahun 1750. Bisa jadi pesantren ini merupakan pesantren tertua di tanah air yang masih ada.

Pada masa Paku Buwono IV memerintah Kraton Surakarta dia mendatangkan beberapa ulama untuk mengajarkan Islam kepada rakyat Surakarta. Salah satu yang didatangkan adalah Kiai Jamsari dari Banyumas. Kiai ini tinggal sebuah kampung, sekitar tiga kilometer barat daya kraton.

Kharisma dan pengaruh Kiai Jamsari saat itu segera dirasakan oleh banyak orang. Kampung tempat tinggalnya kemudian diberi nama Jamsaren, yang artinya tempat Kiai Jamsari tinggal. Demikian juga pondok sederhana yang didirikannya, diberi nama Pondok Jamsaren.

Setelah Kiai Jamsari wafat, perannya sebagai ulama dan pengasuh pesantren digantikan oleh Kiai Jamsari II, anak kandungnya. Akhir hidup kiai ini tidak jelas, karena sebagai pendukung aktif perang Diponegoro dia beserta seluruh santrinya memilih meninggalkan pesantren untuk menyelamatkan diri setelah Diponegoro ditangkap.

"Tidak ada informasi mamadai kemana larinya. Namun beberapa tahun terakhir kami mendapatkan kunjungan dari Kediri yang memberi tahu bahwa Kiai Jamsari II lari diri ke Kediri lalu tinggal dan wafat disana. Di Kecamatan Pesantren, Kediri ada desa bernama Jamsaren," ujar Mufti Addin, lurah Ponpes Jamsaren.

Setelah kosong sekitar 50 tahun dalam kondisi terbengkalai, seorang ulama dari Klaten bernama Kiai Idris yang membangun dan mengembangkan kembali pesantren tersebut. Di tangan Kiai Idris inilah Jamsaren mencapai puncaknya.

Selain mengelola Ponpes Jamsaren, Kiai Idris saat itu juga mengelola Madrasah Mamba'ul Ulum yang didirikan Kraton Surakarta. Sejumlah tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah tercatat pernah belajar di madrasah tersebut.

Sedangkan di Jamsaren, ribuan santri dari berbagai penjuru Asia Tenggara datang berguru kepada Kiai Idris yang dikenal sangat 'alim dan juga menjadi mursyid Thariqah Naqsyabandiyah tersebut.

Di antara nama-nama besar yang pernah nyantri Kiai Idris adalah Kiai Mansyur (pendiri Ponpes Al-Mansyur Klaten), Kiai Dimyati (pendiri Ponpes Termas, Pacitan), Syeich Ahmad al-Hadi (tokoh Islam kenamaan di Bali), Kiai Arwani Amin (Kudus), Kiai Abdul Hadi Zahid (pengasuh Ponpes Langitan).

Bahkan setelah Kiai Idris wafat pada tahun 1923, nama besar Jamsaren masih menjadi rujukan bagi para orangtua untuk mengirim anaknya nyantri. Banyak tokoh besar tanah air merupakan lulusan atau pernah belajar agama secara intens di Jamsaren generasi berikutnya.

Sebut saja misalnya Munawir Sadzali (mantan Menag), Amien Rais (mantan Ketua MPR), KH Zarkasyi (pendiri Ponpes Gontor), KH Hasan Ubaidah (pendiri dan pimpinan LDII) serta sejumlah nama lainnya. Jamsaren, sebuah pesantren kuno yang telah menyemai tumbuhnya banyak tokoh di negri ini.

Tokoh sentral yang terakhir memimpin pesantren ini adalah KH Ali Darokah. Setelah KH Ali Darokah wafat tahun 1997, Jamsaren dipimpin oleh sebuah dewan sesepuh. Sedangkan sebagai pelaksana keputusan, semua kegiatan dipimpin Mufti Addin selaku lurah pondok.

Salah satu jejak besar Jamsaren saat ini adalah Yayasan Pendidikan Al-Islam yang didirikan tahun 1926 oleh para alumni dan pengasuh Jamsaren. Lembaga pendidikan ini telah berkembang luas sebagai sekolah favoritdi Jawa tengah dan Jawa Timur dari tingkat TK/RA hingga SMA/MA.

Sedangkan santri mukim di Jamsaren saat ini sekitar 120 santri putra dengan prioritas program tahfidul Qur'an. "Mereka santri mukim disini. Pagi hari akan mengikuti sekolah formal di Al-Islam lalu siang hingga malam tinggal di Jamsaren," ujar Mufti.

Untuk mengisi kegiatan pada bulan ramadhan, kata Mufti, setiap tahun Jamsaren selalu mengadakan pesantren kilat untuk anak-anak usia kelas 3 SD hingga 2 SMP. Selain itu setiap bulan ramadhan juga akan digelar pengajian akbar dengan menghadirkan mubaligh dari berbagai kota. Pilihan Jamsaren tidak bergabung ke ormas keagamaan manapun justru memudahkan pesantren ini menjalin hubungan dengan tokoh dan ormas manapun.

Kelurahan Dukuh, Sukoharjo Juara Lomba Poskamling dan Polmas Tingkat Polda Jateng

Pos Keamanan Lingkungan (Poskamling) dan Perpolisian Masyarakat (Polmas) Kel. Dukuh Kec. Sukoharjo Kab. Sukoharjo senin malam (25/6) telah dinilai oleh Tim penilai Lomba Poskamling dan Polmas Tingkat Polda Jawa Tengah dan meraih juara di tingkat Polwil Surakarta.

Terkait dengan lomba tersebut, Ka Kan Humas Infokom Kab. Sukoharjo Drs. BM Pramono di ruang kerjanya menerangkan bahwa lomba tersebut selain dihadiri oleh Muspida Kab. Sukoharjo, pejabat teras Polwil Surakarta, Kapolres dan jajarannya, Kepala Dinas/Instansi terkait dan Muspika Sukoharjo, juga disaksikan oleh ratusan warga masyarakat Kel. Dukuh yang turut mengikuti jalannya penilaian lomba.

Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto, SH dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Drs. H. Munawar, M.Hum berpesan agar semangat kebersamaan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat terus ditingkatkan dengan cara setiap anggota masyarakat tertib melaksanakan siskamling, dan apabila ada permasalahan kamtibmas dapat diselesaikan melalui Forum Komunikasi Perpolisian Masyarakat (FKPM) karena lembaga ini merupakan mitra kepolisian yang terdiri dari unsure tokoh masyarakat, tokoh agama dan generasi muda.

“Dengan aktifnya masyarakat melakukan siskamling ini akan dapat mendeteksi secara dini kemungkinan tindak kriminal serta kemungkinan masuknya jaringan terorisme dari luar Sukoharjo. Karena sering terjadi di lingkungannya ada seorang teroris, masyarakat sekitarnya tidak tahu, hal ini jangan sampai terjadi lagi”, demikian paparnya.

Tim Penilai Lomba Siskamling dan Polmas Tingkat Polda Jateng berjumlah 7 orang yang dipimpin oleh Komisaris Polisi Prawoco. Kehadiran tim Penilai disambut dengan pengalungan untaian melati diiringi tarian reog yang dimainkan oleh anak-anak dari LDII, selain itu kotek lesung dan tari gambyong juga ikut menyemarakkan kegiatan ini.

Kapolwi Surakarta Kombes Pol Yonce Mende yang diwakili oleh AKBP Sunaryono, SH mengatakan bahwa penilaian yang diawali dengan penampilan petugas poskamling dengan memukul kentongan dan nyanyian mengartikan makna tanda bunyi sebuah kentongan yang merupakan alat komunikasi tradisional, selanjutnya dilakukan penilaian simulasi FKPM yang memperagakan penanganan bencana kebakaran, pemecahan perselisihan antar masyarakat dan pencuri yang tertangkap oleh masyarakat. (Harno *Ev) Sumber:http://www.ina.go.id/

Wapres:Pesantren Harus Tanamkan Nilai-Nilai Kebangsaan

Jakarta ( Berita ) : Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajak para pengelola pondok pesantren untuk memberikan pendidikan wawasan kebangsaan agar dapat menjadi tumpuan Indonesia di masa mendatang.

Pernyataan Wapres Kalla tersebut disampaikan saat meresmikan Pondok Pesantren Budi Oetomo di Solo Jawa Tengah, Sabtu sebagaimana diungkapkan oleh Humas LDII, Joko Hariyanto, di Jakarta, Minggu (3/06).

Pondok Pesantren Budi Oetomo tersebut merupakan milik Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Kehadiran Wapres kebasis LDII di Solo tersebut merupakan yang pertama kalinya.

“Kita ketahui cinta tanah air merupakan sebagian dari iman. Tentu menggabungkan ide pesantren dengan kebangsaan adalah suatu pikiran untuk mendekatkan anak-anak kita bahwa disamping mencintai agama, mencintai kyai juga mencintai tanah air,” kata Wapres.

Wapres menilai jika ada alumni pesantren yang ditangkap karena masalah berat, maka hal itu bukan merupakan kesalahan pendidikan yang ada di pesantren, melainkan adanya pembelokan tujuan.

“Karena itu kita tidak pernah mendengar adanya tawuran antar santri pesantren dan sebagainya. Bahwa ada alumni pesantren yang ditangkap karena perkara berat itu bukan hasil pendidikan pesantren. Tentu itu hasil pendidikan yang berbelok dari tujuan pendidikan pesantren,” tegas Wapres dengan bersemangat.

Pemerintah, tambah Wapres tidak akan membedakan sekolah negeri dengan swasta seperti madrasah. Oleh karena itu, tambahnya, Ponpes Budi Oetomo LDII ini diharapkan memberikan bekal keterampilan pada santrinya agar bisa mandiri ketika terjun di masyarakat.

Wapres menyampaikan kegembiraannya ponpes Budi Oetomo LDII telah mampu menggabungkan nilai budaya dengan nilai-nilai agama. Hal itu, tambah Wapres terlihat dari berbagai laporan masyarakat yang menyebutkan alumni ponpes ini mempunyai akhlakul kharimah ketika sudah terjun di masyarakat.

Dalam kesempatan itu Wapres memberikan sumbangan untuk penyelesaiaan pembangunan mesjid serta pengembangan ponpes Budi Oetomo LDII.

Sementara pimpinan ponpes Budi Oetomo LDII KH M Thoyyibun mengungkapkan ponpesnya telah mengehasilkan hampir 1.000 orang mubaligh dan telah bertugas di berbagai pelosok nusantara. Bahkan beberapa diantaranya berada di mancanegara.

“Pondok sebagai soko guru pendidikan moral bangsa harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah,” kata KH Thoyyibun.

Kehadiran Wapres Kalla di ponpes Budi Oetomo LDII Solo tersebut disambut ribuan warga. Wapres juga menyempatkan diri melakukan sholat Mahgrib berjamaah bersama ribuan santri dan warga LDII.

Menurut Ketua DPD LDII Surakarta, H Samsul Bahri, kehadiran Wapres di basis LDII Solo ini merupakan momen bersejarah bagi perkembangan LDII.

“Ini salah satu moment penting dalam sejarah perjalanan ormas LDII, karena Wapres Kalla berkenan menyambangi warga LDII, memberikan arahan dan meresmikan sarana ibadah milik kami,” kata Samsul Bahri dengan tersenyum gembira. (ant)

LDII Wonogiri layani pemudik

Wonogiri (Espos) Untuk membantu kelancaran arus mudik, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Wonogiri membuka posko mudik di kawasan Nambangan, Selogiri.

Rencananya, posko mudik ini dioperasikan pada H-3 hingga H+4 Lebaran. “Ini kontribusi LDII Wonogiri terhadap terwujudnya keamanan dan kenyamanan selama arus mudik,” terang ketua LDII Wonogiri, Joko Santosa, kepada Espos, di Wonogiri, Selasa (23/9).

Ditambahkan Joko, di posko mudik LDII tersebut, para pemudik dapat beristirahat melepas penat, karena posko menyediakan musala, tempat beristirahat serta makanan dan minuman kecil. - Oleh : ewy (Sumber: http://www.solopos.co.id/zindex_menu.asp?kodehalaman=h42&id=81969)